Selamat Iedul Fitri

Masih ingatkah anda dengan pertanyaan ini: “Am I not your Lord?”
Jawab pertanyaan ini dengan jujur.

”Jujur” jawab anda. hehehe..

Jika pertanyaan itu diajukan ke saya sendiri, saya tidak bisa menjawabnya.
Jika saya jawab ”iya, inget”.. berarti saya bohong.. wong nyata-nyatanya nggak inget atau belum inget.
Jika saya jawab ”tidak ingat”.. saya takut dosa besar. Tapi, rasa-rasanya.. memang tidak inget tuh?? Sudah saya coba ubek-ubek memory ini. Nggak juga nemu file-nya. Padahal katanya, atas pertanyaan itu saya lalu menjawab: ”balaa syahidnaa”.

Wex.. blaik!! kok bisa nggak inget ya? Apa yang salah nih?? Ini Pertanyaannya yang tidak pada tempatnya? Ataukah kekotoran diri yang menjadi hijab ini demikian legamnya?

"Ya Allah.. ampunilah hamba. Bukan hamba hendak mengingkari pertemuan itu. Engkau Allah Tuhanku Yang Maha Benar. Seluruh firman-Mu, benar.. Tapi mengapa hamba lupa dengan kesaksian itu Ya Allah. Ampuni hamba Ya Allah. Ampuni hamba. Ampuni hamba".

Iedul Fitri
Bisakah kita kembali kepada fitrah itu? Fitrah yang memungkinkan kita bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, sebagaimana para Nabi dan Rasul? Dan orang-orang suci lainnya? Saya yakin kita bisa.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS 7:172)

Ayat tersebut bagi saya membuktikan, kita bisa kembali berkomunikasi dengan-Nya jika kita kembali kepada fitrah diri – Iedul Fitri. Para Nabi dan Rasul seperti nabi Muhammad SAW contohnya. Dengan kesucian beliau, fitrah beliau, beliau dijadikan mampu berkomunikasi langsung (kembali) dengan Allah. Nabi-nabi lain seperti nabi Ibrahim, nabi Isa, nabi Musa dan juga orang-orang yang disucikan, bisa.

Apa hubungannya dengan Iedul Fitri? Yang setiap tahun selalu kita rayakan? Adakah yang belum tepat dengan ibadah shaum ramadhan saya, jika saya tidak juga kembali-fitri?

Lalu apa makna hari raya Idul Fitri dan ucapan selamat hari raya Iedul Fitri: Taqobbal minna wa minkum, minal 'a idin wal faaizin, wa kullu 'aamin wa kuntum bi khaiir (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan Anda, dan semoga kita termasuk golongan orang-orang yang kembali [ke fitrah] dan termasuk golongan yang meraih kemenangan. Semoga sepanjang tahun Anda senantiasa dalam kebaikan)?. Apa makna ucapan ini jika kita belum juga kembali fitrah?.

Walau, rasa-rasanya memang tak ada yang salah dengan ucapan selamat itu, karena ada kata 'semoga', yang menunjukkan tidak semua yang berpuasa kembali ke fitrahnya, tidak semuanya meraih kemenangan. Nah looo....
Benarkah saya sudah kembali ke fitrah? Apa buktinya saya kembali fitri seperti bayi yang baru lahir, tidak punya dosa. Sebagaimana rasulullah SAW pernah bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci."

Bagaimana saya tahu bahwa saya sudah tidak mempunyai dosa lagi? Atau paling tidak dosa-dosa saya tinggal dikiiit skalii?

Pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dibenak saya itu saya ajukan ke seorang embah yang saya percayai. Embah ini menurut pemahaman saya memiliki habluminallah yang baik sekali.

”Mbah, Boleh nggak saya bertanya begitu? Gimana mbah kira-kira?”

”Ada beberapa hal yang harus kamu lakukan, nak..
Pertama, lakukanlah Introspeksi.. Introspeksi.. dan Introspeksi. Mulailah jujur dan terbuka pada diri-sendiri. Jika kamu telah menemukan kekurangan-kekurangan dirimu dalam beribadah kepada Allah Tuhanmu, maka perbaikilah”.

"Eh.. anu mbah.. saya ini rada-rada o-on, gimana caranya untuk introspeksi itu?"

”Just berpikir dan berusahalah untuk introspeksi. Insya Allah nanti akan dapat pertolongan dari Allah Tuhanmu”.
Bukankah ada sebuah ayat yang berbunyi kira-kira demikian: ”Jika kita bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan membukakan jalan-jalannya untuk kita”.

”Allah nanti akan memberikan hidayah, perintah yang harus kamu jalankan. Hidayah setiap orang itu berbeda-beda, disesuaikan dengan ”settingan pribadi” masing-masing orang”.

"Jika kita bisa menjalani hidayah – perintah Allah dengan baik dan benar, tunggulah.. Someday, Allah akan memberikan ”Spirituality-meter” – sebuah alat ukur untuk mengetahui kondisi keikhlasan, kesabaran dan lain-lain terkait dengan habluminallah kepada kamu. Yang nantinya bisa kamu pakai kapan saja.
Bersyukurlah kamu.. ”

”Ooo.. Begitu ya mbah...”

”Jangan lupa.. Ikhlas dan Sabar dalam menjalani perintah-NYA. Usahakan Nafsu, Ego dan Emosimu pada Titik NOL. Goyang-goyang dikit ndak papa.. tapi jangan lama-lama, kembalikan lagi pada Titik NOL. Sakmadyo”.

Hijab-hijab Fitrah
Jiwa manusia memiliki kecenderungan Ilahiah. Fitrah jiwa yang selalu ingin berdekatan terus dengan Tuhannya, senantiasa kangen, juga tunduk pada aturan Allah, merdeka dari nafsu, ego dan emosi yang melampaui batas.
Sebagaimana Firman Allah ".. tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah di dalam hati, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS Al Hujarat [49]: 7-8)

Yang membuat fitrah jiwa ”ngumpet” menjadi hijab-hijab yang membuat manusia jauh dari Tuhannya diantaranya disebabkan oleh: Buruknya pengetahuan tentang diri dan tentang Allah (Su'ul Makrifat), tiga-serangkai: Nafsu, Ego dan Emosi (NEE) yang melekati jiwanya, NEE yang mencintai hal-hal duniawi secara berlebihan.

Selamat Iedul Fitri ya kang? Weeks.. Bagaimana saya bersikap terhadap ucapan selamat itu?

Yuuk mari kita introspeksi diri, muhasabah diri, apakah kita layak mendapatkan ucapan selamat itu? Jika tidak layak, anggap saja ”ledekan” itu sebagai cambuk untuk berbenah hati menuju fitrah diri.


Wa Allahu a’lam.

Salam
Abet

Komentar

Postingan Populer