Paham dan Pemahaman

Tak satu orangpun memiliki pemahaman yang 100% sama identik dengan pemahaman orang lain, tidak ada. Jangankan untuk multi-aspek, dalam satu aspek pengetahuan pun tidak ada yang sama persis plek.


Secara garis besar banyak orang yang akan sepaham, namun jika sudah go further detail, dipastikan akan semakin sedikit orang yang sepaham. Benarkah begitu?? Itu menurut saya... bagaimana menurut anda?? .. tuh kan betul.. berbeda.. Apa kata saya hehehe..

Perbedaan pemahaman, tidak hanya dalam masalah yang tidak kelihatan saja (baca: agama / spiritual), dalam masalah yang kasat-mata pun juga banyak terjadi beda pemahaman.

Contoh soal: Dulu, banyak orang berpaham bahwa matahari itu beredar mengelilingi Bumi, namun Coppernicus (kalau gak salah) berpendapat lain, Bumilah yang mengelilingi matahari. Dan kita tahu, akibat dari perbedaan paham dan pemahaman itu, ia dihukum mati oleh pihak gereja.

Contoh soal untuk masalah spiritual: Mungkin semua orang yang mengaku beragama tauhid, percaya adanya Allah – Tuhan Yang Satu. Tetapi ketika dilontarkan pertanyaan yang lebih detil, misal: ”Allah ada dimana sekarang?”

Jawabannya pasti akan bermacam-macam, yang jika diadu pasti akan rame. Bisa-bisa terjadi gontok-gontokkan jika masing-masing mempertahankan pemahamannya yang belum tentu benar.

Mungkin juga pemahamannya akan diklaim sebagai pembelaan terhadap Tuhannya. Lebih runyam lagi, orang yang tidak sependapat dengan pemahamannya dilabeli: sesat luh.. apa nggak cilakak benar-benar??? Padahal kenyataannya (menurut saya) mereka sedang menuhankan pemahamannya masing-masing.

Begitu pula pemahaman terhadap ayat-ayat suci Al Qur’an. Contohnya, pemahaman pada ayat berikut:
”Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lohmahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan”. (QS 56: 77 – 79)

Ada yang memahami pengertian kalimat ”tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” diartikan sebagai: Orang yang tidak/belum bersuci/berwudhu, dilarang menyentuh Al Qur’an.

Ada pula yang memahaminya demikian:: Hamba-hamba Allah yang tidak berusaha mensucikan Jiwanya, membersihkan kalbunya, apalagi Allah tidak ridho mensucikan hamba-hamba tersebut, maka mereka tidak akan bisa memahami makna (menyentuh) ayat-ayat dalam kitab suci tersebut..

Sebuah pemahaman yang sangat berbeda bukan?

Untuk alasan itulah saya sering banget menggunakan kata ”pemahaman saya”. Betul. Karena apapun perkataan dan perbuatan saya, semuanya mencerminkan pemahaman saya. Meski jika dicecar pertanyaan: ”Betulkah sudah benar-benar paham?” Hehehe.. jawaban saya cuma cengar-cengir doang... Ya.. begitulah.. Dan sangat mungkin pemahaman saya ”definitely different” dengan yang lain. Bisa salah bisa benar, atau diantaranya.

Pemahaman Yang Selalu Berkembang
Jika saya baca kembali tulisan-tulisan saya ’Jaman dulu dan Yang Terduhulu’, saya suka nyum-senyum sendiri. Ternyata pemahaman saya dulu, nyata-nyata tidak sama dengan pemahaman saya saat ini. Yang dulu: menggelikan.. sekarang, alhamdulillah menjadi semakin ... menggelikan dan mengerikan. hehehe... Pemahaman lama saya terbukti tidak sesuai dengan pemahaman saya sekarang.

Faktor Daya Dong alias Daya Pemahaman
Apa penyebab perbedaan pemahaman? Sejarah telah menunjukkan, tidak semua murid sekolah mendapatkan nilai sama meski duduk di kelas yang sama dan pelajaran yang sama (apalagi untuk kelas dan pelajaran yang tidak sama).

Jika ada 10 orang dalam satu kelas, dimana ke-10 orang tersebut memiliki dasar pengetahuan dan daya-tangkap penalaran (daya dong) yang berbeda-beda, maka boleh jadi, akan terdapat 10 pemahaman untuk mata pelajaran yang sama, meskipun disampaikan pada saat yang sama, oleh guru yang sama.

Pertanyaannya: ’Apa jadinya jika ke-10 orang tersebut menjadi guru? Atau paling tidak sharing kepada yang lain?’ maka bisa dibayangkan apa yang bakalan terjadi.

Kata Bu Guru
Seorang anak sekolahan yang ’mentok’ saat berdebat dengan kawan atau orangtuanya, sering berkata: ’kata bu guru begitu kok ma?’

Dan tentunya ia tidak akan paham jika ditanyakan: ’Bagaimana bisa guru kamu punya pemahaman demikian nak?’ dan mengapa kamu sepaham dengan gurumu?

Tentunya lagi, si anak kesulitan menjawab, karena ia hanya sebatas tahu (denger) tetapi belum paham.

Demikian juga banyak saya temui dalam diskusi masalah agama (spiritual), pernyataan-pernyataan berikut: ’Kata ustadz saya’, ’kata kiai anu’, ’kata syaikhul ini’ dan lain-lain.

Pertanyaannya adalah: ’apakah saya akan puas dengan jawaban yang hanya sebatas kutipan dari pernyataan beliau-beliau?’

Tentu tidak. Saya tak ingin hanya sebatas tahu. Saya ingin bisa paham, sebagaimana mereka paham, dan saya ingin mencapai pemahaman yang lebih baik. Karena, menurut saya, itu jauh lebih berarti daripada sekedar tahu pemahaman orang lain.

Saya cuma bisa garuk-garuk kepala (walau nggak gatal) bila teman diskusi menggunakan pendapat orang lain (yang mungkin tidak dikenalnya), yang belum tentu ia sendiri paham (mengapa orang lain tersebut berpaham demikian), sebagai bahan diskusi. Kalau dilayani gimanaaa...., kalau tidak dilayani juga gimanaaaa... gitu.  tetep saja tidak menambah pemahaman buat saya... no point.

Menurut saya, menganut pemahaman orang lain, bisa diartikan:
- 99,9% sepemahaman, atau:
- sependapat dengan pemahaman orang lain meski belum sepenuhnya paham, atau :
- tidak sepaham, tapi ’ngikut’ aja karena takut di cap ’katrok’ .. atau:
- tidak ngarti bin tidak paham, cuma ngikut-ikut doang yang penting.. se-aliran.
- Hobby-nya manggut-manggut.

Jadi, meski mengaku ’manut’ (bermazhab) kepada pemahaman seseorang, atau orang banyak lainnya, pada dasarnya setiap orang tetap bermazhab pada pemahaman diri sendiri. Jadi.. mari terus tingkatkan pemahaman diri.

Indahnya Perbedaan
Apakah salah bila berbeda pemahaman? Tentu saja tidak, sepanjang dalam koridor prinsip: Allah, nabi dan kitab sucinya sama, perkara pemahaman isi kitab berbeda-beda antar satu dengan yang lain.. itu merupakan perkara yang sangat laziim bukan?

Bahkan orang ”sekelas” nabi-pun, bisa memiliki pemahaman yang berbeda, Contoh: kisah tentang Nabi Musa yang sedang ”ngangsu kawruh” kepada Nabi Khidir yang tergambar di Al Qur’an. Betapa nabi Musa tidak bisa sabar menghadapi 3 tindakan nabi Khidir yang bertentangan dengan pengetahuan dan pemahamannya. Ini membuktikan satu hal: Biar kata rambut sama item.. isi kepala terbukti macem-macem..

Sejarah juga telah membuktikan, pemahaman guru dan murid bisa jadi berbeda. Murid ”mendirikan” mazhab yang berbeda dengan sang guru.

Perbedaan itu bisa untuk saling mengoreksi, saling melengkapi, juga saling menyadari keterbatasan diri. Banyak pelajaran dan ilmu yang bisa ditarik dari Perbedaan Pemahaman. Ketika pemahaman sebuah ilmu dipaksakan sama, misal: harus sepemahaman dengan guru-guru kita, maka ilmu itu tidak akan berkembang.

Perbedaan pemahaman akan menjadi conflict ketika bercampur interest, ego, dan emosi.. terjadilah conflict of interest, conflict of pengakuan, dan sebagainya. Bisa jadi bukan lagi pemahamannya yang ”dipertentangkan” melainkan keinginan untuk dianggap yang paling benar lah yang diperjuangkan. Prikitiuwww....

Bagaimana Paham dan Pemahaman ini dalam kehidupan beragama? Sudah terbukti, walau dalam agama yang sama, kitab yang sama, banyak paham dan pemahaman yang tumbuh subur.

Banyaknya mazhab dan kelompok dalam agama, salah satu penyebabnya karena perbedaan-perbedaan pemahaman. Maklumlah.. jarak antara kita-kita ini dengan Baginda Rasulullah yang membawa risalah agama ini, terpaut jarak lebih dari 14 abad lamanya. Dan dalam kurun waktu tersebut, pengetahuan dan pemahaman yang ’gethok-tular’ melalui berbagai jalur, turun-temurun hingga nyampe ke kuping, mata dan hati kita, tentunya telah saling-silang, dari berbagai sumber: kiai, ustadz, guru, rekan, kenalan, internet juga buku. Semuanya saling melengkapi dan sekaligus (bisa jadi) membingungkan ketika informasinya bertabrakan. Disitulah kita dituntut untuk menelaah potongan-potongan informasi dan menyusunnya menjadi pemahaman yang lebih utuh.

Hanya Allah lah Yang Paling Benar
Jangan pernah menganggap diri paling benar, karena hanya Allah lah Yang Paling Benar. Kebenaran menurut pemahaman manusia, bersifat relatif. Diatas langit masih ada langit.

Dan berhati-hatilah dengan pemahaman kita, ketika banyak orang yang menjadi pengikut pemahaman kita, maka bisa-bisa kita di-cap telah mendirikan mazhab baru... hohohooo...

Namun bagaimanapun juga, mendapatkan pemahaman yang utuh, tetaplah yang lebih penting. Semoga kita dapat memperoleh pemahaman hakikat kehidupan yang benar-benar BENAR. Amiin.

Salam
Abet


Catatan Penting:
Percaya kepada selain Allah, hukumnya sirik.
Jadi, mempercayai tulisan saya ini-pun bisa menjadi musrik, dan saya tidak bertanggung-jawab jika anda mempercayainya. Pizzzz Ahh.....

Komentar

Postingan Populer