Mengenal Pikiran (9)

PEMBENTUKAN PIKIRAN

Kapan manusia mulai memiliki pikiran dan berpikir?
Konon, seorang anak manusia telah memiliki pikiran sebelum ia dilahirkan, dan bahkan saat otak belum terbentuk secara utuh, yaitu menginjak usia bulan ke-empat, ketika Ruh telah ditiupkan kepada bakal-manusia (janin) dalam kandungan ibu. Mulai saat itulah pikiran, bakat dan sifat seorang manusia mulai dibentuk.

Dugaan saya, pembentukan Pikiran dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sbb:

Pengalaman Tubuh Materi
Dari membaca buku / literatur, mendengarkan music, pengajian, Menonton televisi, theater, mengalami kejadian dan pengalaman inderawi lainnya, akan menyumbang pembentukan pikiran.

Pengalaman Tubuh Energi
Pengaruh gelombang pikiran orang lain (resonansi) dan makhluk energi yang lain (jin).

Pengalaman Tubuh Cahaya
Pikiran Janin diusia bulan ke-empat, Ibarat harddisk yang masih kosong, belum ada data dan aplikasi yang dituliskan ke dalamnya. Atau, Ibarat buku yang masih kosong, belum ada coretan di dalamnya.
Benarkah kosong? Tidak juga. Ada data yang sangat penting yang tertulis ketika Ruh ditiupkan ke dalamnya. Bunyi data itu adalah sbb: "Alastu birobbikum?"

Itulah percakapan non-verbal, tanpa kata-kata, yang terjadi di level Cahaya, yang terpatri erat dalam hatinya. Selanjutnya, perjalanan demi perjalanan hidup, persentuhan pikiran dirinya dengan pikiran yang lain, khususnya yang memiliki muatan emosi yang menonjol, akan membentuk pola pikir sang janin dan sifat-sifat dominan sang anak.

Ada pepatah kuno atau nasihat yang berlaku tentang pikiran ini.

"bergaul dengan tukang mabok akan terbawa mabok, berkawan dengan ahli surga maka akan berbau surga"

Mengapa bisa begitu? Ada resonansi pikiran yang diperkuat dengan penglihatan verbal, sehingga pola pikir dan tingkah laku menjadi kuat terpengaruh. Dengan kata-lain, pikiran itu menular.

Jika pikiran itu menular, kita coba lihat faktor apa saja yang berdampak (dominan) pada pembentukan pikiran anak.


Pikiran ibu yang mengandung
Ibu hamil yang sering banyak pikiran, stress, akan menyumbang sifat-sifat psikologis dominan untuk sang anak. Jika sang ibu sering dan mudah stress maka jangan heran jika kelak sang anak juga akan mudah stress. Pikiran sang janin mengcopy pola pikiran ibunya. Saya sebutkan sebagai mengcopy bukan mewarisi karena pikiran berbentuk energi, bukan materi seperti halnya sifat-sifat genetik biologis.
Jangan pernah memberikan label dan harapan pesimistis terhadap anak dalam kandungan. Pikiran Janin yang memiliki ikatan batin yang sangat kuat dengan sang ibu, akan selalu ber-resonansi kuat dengan pikiran sang ibu. Setiap waktu selama enam (9-3) bulan.

Pikiran dari sang Bapak
Bapak jangan pula berbuat atau bahkan berpikir yang ”enggak-enggak” baik diluar rumah dan apalagi didalam rumah. Pikiran Suami akan berresonansi ke pikiran sang ibu dan janin. Jadi walaupun secara fisik, tidak berbicara atau tidak nampak berbuat, namun seorang istri sesungguhnya tahu apa yang ada dalam pikiran suaminya (juga sebaliknya). Janin dalam kandunganpun tahu. Tidak ada satu dusta yang bisa disembunyikan pada level pikiran. Jika saat ini belum terungkap di kesadaran materi, hanya masalah waktu saja untuk terungkap pada tataran dunia materi. Jadi untuk apa dusta ya..?
Bapak disarankan untuk sering mengajak ”ngobrol” sang janin, baik secara verbal maupun dalam pikiran saja. Ajaklah janin berbicara dengan penuh kasih sayang.

Musik yang diperdengarkan
Pilihlah secara ketat musik / lagu yang akan diperdengarkan, bukan hanya iramanya yang dapat mempengaruhi pembentukan syaraf otak sang janin, namun muatan pikiran (NEE) dari musisi/penyanyinya musti benar-benar diperhatikan. Jangan sampai misal, extrimnya kita memperdengarkan lagu yang lirik dan musiknya jelas-jelas ”mesum” pada janin.
Begitu pula acara TV yang aneh-aneh, sinetron yang ”aneh” misalnya, sebaiknya nggak usah ditonton dan diperhatikan. Bisa-bisa pikiran sang ibu me-relay dan memperkuat tingkah-laku, pikiran, moral logika yang amburadul dan tercopy ke pikiran janin. Kan gaswat...

Lingkungan Yang Extreem
Ibu hamil hendaknya tidak sering-sering berkunjung ke tempat yang ”mboten-mboten” seperti RS Jiwa, persidangan kasus sadistis, dll. Kenapa? Anda bisa menebaknya sendiri. Kalaupun terpaksa mengunjungi RSJ misalnya, PASTIKAN bahwa anda tidak berpikir atau mem-batin secara mendalam tentang pasien RSJ yang anda kunjungi. Atau paling simple ya.. jangan berkunjung.. gitu aja repot.. kecuali jika anda memang bekerja di RSJ.. apa boleh buat.. Lindungi pikiran anda dan janin anda.

Pengaruh Makhluk Tak kasat Mata
Selain makhluk kasat mata, pengaruh frekwensi pikiran makhluk tak kasat mata juga berpotensi membentuk pola pikiran kita. Jadi sebaiknya anda tidak mengunjungi tempat-tempat angker. Dan bersihkan rumah, tempat tinggal anda dari makhluk halus yang mendompleng.

Adzan dan Iqomat
Bagi yang beragama islam ada satu ritual / tradisi yang dilakukan tatkala sang bayi lahir, yaitu dibacakan adzan dan iqomat. Secara ilmu pikiran, tradisi ini sangat bagus karena menanamkan catatan awal kepada sang bayi. Untuk itu lakukanlah adzan dan iqomat dengan penuh penghayatan, yang ditujukan / dikonsentrasikan untuk sang jabang bayi.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, saya berkesimpulan: faktor genetis (biologis) bukanlah yang mempengaruhi dan membentuk sifat psikologis seorang anak. Bentuk tubuh, warna rambut, dan ciri-ciri anggota tubuh lainnya boleh jadi 99% mirip sekali dengan induknya, namun untuk urusan sifat dan karakter bisa jadi 180 derajat bertolak belakang. Banyak bukan yang seperti ini diseputar kita?

Itulah beberapa aspek yang mempengaruhi pembentukan pikiran anak. Setiap suara, meskipun hanya sekali terdengar, tercatat dalam pikiran. Setiap bentuk yang dilihat mata, meskipun hanya sekejap, tercatat di pikiran. Apa yang telah direkam dalam memory pikiran tidak akan pernah bisa dihapus seumur hidup. Yang bisa dilakukan adalah membuatnya tidak aktif / dorman / less priority sehingga tidak mudah untuk diingat kembali.

Jadi, jagalah anak anda dari pengaruh pikiran negatif selama awal pembentukan dasar pikirannya, selama masa pertumbuhannya. Lingkungan yang aman damai, penuh kasih sayang, yang membahagiakan, akan membentuk anak yang cerdas secara emosional (EQ).

Semoga, kita dapat menjaga dan membentuk pikiran anak agar tetap sesuai dengan fitrahnya. Amin.


Salam
Kang Abet

http://kangabet.blogspot.com/




Komentar

Postingan Populer